29.7.07

LAIPOSE MINTA MAAF

Oleh : Siake Manue ------------- Buya Syafii Maarif mantan Ketua PP Muhamadyah dalam suatu kesempatan mengatakan bahwa “yang lumpuh di negeri ini adalah Akal Sehat dan Hati Nurani. Akhirnya kita jadi orang yang sangat pragmatis, latah, dan ikut-ikutan”. ------------ Ungkapan di atas tidak berlebihan kalau dipakai untuk menilai saran DPRD Maluku dan Pemerintah Daerah Maluku untuk menyampaikan permintaan maaf kepada Pemerintah Indonesia & Masyarakat Indonesia atas nama Rakyat Maluku, terkait dengan peristiwa pembentangan Bendera Benang Raja di depan batang hidung Presiden SBY dalam puncak perayaan acara Harganas di Ambon baru-baru ini. -------------- Minta maaf atas nama Rakyat Maluku artinya mengakui bahwa seluruh Masyarakat Maluku, entah itu Tua-Muda, Salam-Sarane, Jujaro-Mungare, Parampuang-Lak’laki, samua tarengke-rengke bersalah dan musti pikol hahalang tanggal 29 Juni itu. Minta maaf sebagaimana disarankan awal oleh Ketua DPRD Maluku, berarti suatu ketika dimasa tuanya bapak ketua musti siap cerita par cucu-cucunya bahwa dorang pung darah juga terhisap kedalam titisan rasa bersalah akibat tonel 29 Juni 2007. ---------------- Minta maaf atas nama Rakyat Maluku berarti mau bilang bahwa terhadap peristiwa 29 Juni 2007 cuma Rakyat Maluku yang salah sasaja. Seng orang laeng, ka kelompok laeng lai. Soldadu seng salah, Polisi seng salah, Intelejen seng salah, Panitia seng salah, Jakarta seng salah. Tuangala jua’ee ini batul-batul handeke satetok. Orang ada tinggal pasang dadeso di batang leher, bale pi sorong diri maso kasitu. ---------------- Meminta maaf atas nama Rakyat Maluku kas’tunju bahwa aktualisasi diri katong dalam proses berbangsa ini memang belum tuntas. Minta maaf model bagini kas’tunju bahwa mentalitas inlander tinggal malakat dalam diri, yang saban kali biking katong jadi paranoid terhadap Jakarta dan akhirnya melanggengkan kalakuang maraju deng bajilat. Kalakuang bagini biking beta dapa inga sagu lempeng Negri Pia. Balaga mawali dalang palastik, tacolo aer panas malele abis. ----------------- Sungguh mati beta mau bilang, bahwa sebagai warga masyarakat beta seng perlu rasa maluhati berlebihan. Bahwa tonel 29 Juni 2007 di perhelatan Harganas sadiki mengusik beta pung rasa keramah-tamahan budaya, memang iya. Tetapi selebihnya beta melihat peristiwa itu dalam makna ”koreksi kebangsaan”. Orang Papua bilang ”Pace ko pung maksud betul, tapi ko pung cara itu salah”. --------------- Apakah beta sedang menggampangkan masalah ini. Di satu pihak memang iya, karna beta cukup tau seberapa kuat barisan afiliasi ”Maluku Merdeka” ini, baik secara lokal, nasional maupun international. Di lain pihak sama sekali tidak, karna beta juga mendeteksi cukup banyak orang dan kelompok yang mencoba barmaeng enggo sambunyi dibalik tonel 29 Juni 2007. Seperti hikayat cagulu-cagulu Samson di Alkitab ”dari yang busuk keluar manisan”. Beta pung tamang sosiolog UI Thamrin Amal Tomagola, dalam satu kesempatan diskusi tentang separatis di Jakarta pake istilah ”Proyek Separatis.....”. Titik-titik di blakang tuh basudara tanya paitua Thamrin jua ke Jakarta. ------------------ Kembali ke soal minta maaf, menurut beta yang musti bilang akang pertama-tama adalah Panitia Harganas, kemudian Aparat Keamanan (baik TNI maupun Polri), semua group Intelejen, serta Paspanpres. Untung bae 28 anana Aboru itu hanya bermaksud melakukan ”koreksi kebangsaan”, kalo seng Tuan SBY pung tanuar akan jadi seperti Tuan Anwar Sadat almarhum. Untung bae berikutnya katong orang Maluku pada umumnya seng pung kebiasaan bunuh pimpinan, baik dari blakang maupun dari muka, kalo seng Tuan Presiden su pindah tahta ke Republik Mimpi. Karna itu meskipun marah tagal tonel 29 Juni mencederai beta pung kesantunan budaya, tetapi permintaan maaf seng boleh sekali-kali dialamatkan atas nama Masyarakat Maluku. ----------------- Dari perspektif ”Koreksi Kebangsaan” permintaan maaf sebaliknya harus disampaikan kepada masyarakat Maluku. Baik oleh tuan-tuan pemerintahan di Provinsi Maluku ini, maupun oleh tuan-tuan pemerintahan di menara gading Jakarta sana. Su tantu tuan-tuan pasti tau bahwa anomali sosial akan terjadi bilamana kanal-kanal aspirasi dan protes publik tersumbat penyalurannya. Tonel 29 Juni 2007 merupakan letupan kecil dari sekelompok orang kecil untuk membilang ”hoee dengar katong dolo”. Yang diminta dari tuan-tuan adalah telinga untuk mendengar dan hati nurani untuk merasakan. ----------------- Kalo diminta telinga dan hati nurani jangan dolo tuan-tuan langsung kasih tangan untuk membantu. Yang diperlukan adalah kehadiran tuan-tuan untuk mendengar dan merasakan. ”Bapa’ee seng perlu kasih apapa, yang penting Bapa dong su dengar katong pung persungutan”. ------------------ ”Dialog didalam tabiat kebudayaan”, itu yang hilang dari kepemimpinan banyak orang di negeri ini. Akhirnya ketika rakyat minta ampas tarigu, tuan-tuan kasih ampas kalapa. Ketika rakyat minta didengar, tuan-tuan kasih kepeng. Memang yang lumpuh dari tuan-tuan di negeri ini adalah Nurani dan Akal Sehat. ------------------- Untuk maksud di atas maka lewat kesempatan ini beta tantang Upu Latu Ralahalu deng Mama Nyora untuk turun langsung ke Aboru. Tanpa advance team, tanpa pendamping banyak-banyak, tanpa atribut-atribut kepemimpinan, tanpa acara-acara penyambutan, tanpa janji-janji pembangunan, tetapi semata-mata dengan membawa telinga dan hati nurani untuk mendengar dan merasakan. ---------------- Kalau Upu bisa biking akang deng bagitu manis di Paparisa Sibu-Sibu, maka beta parcaya anana negri akan pica dada, tatkala Upu biking akang di Baileu negri. Apalai kalo Upu buka bicara tidak dengan minta maaf (karena minta maaf seng lazim dalam idiom budaya di negri ini), tetapi deng bilang ”jang dong mara beta’ee”. Balong lai kalo Upu depa kaki pi manginte keluarga-keluarga yang anggotanya dapa loko akibat tonel 29 Juni 2007. ----------------- Laste beta mau bilang bahwa tonel 29 Juni 2007 jang paskali biking peper katong pung samangat bersama lalu laipose minta maaf. Tetapi sebaliknya harus tarus tarewas ke Jakarta ”Hoeee dengar katong juga, sebab Soekarno bilang ”Indonesia zonder Maluku bukanlah Indonesia”. Artinya deng kata laeng Soekarno mau bilang kalo Maluku bilang Amatoo maka Indonesia juga Amatoo.